Foto/Sukriansyah S Latief    

"Ashhabul Kahfi, Kisah tentang 7 pemuda dan seekor anjing yang tertidur dalam gua selama bertahun-tahun menjadi pembuka laporan jurnalistik, wartawan senior Sukriansyah S latief ketika berkunjung ke Yordania. Dikisahkan dengan gaya menawan, Sukriansyah mampu membikin kita seperti hadir di sana dan ikut dalam sebuah petualangan yang tak terlupakan. Berikut ini laporan lengkap Sukriansyah S Latief dari Yordania". (-red)

Oleh: Sukriansyah S latief*

SEJAK kecil saya sudah diceritakan dan membaca kisah tentang beberapa orang pemuda bersama seekor anjing yang tertidur dalam gua bertahun-tahun lamanya. Tapi terus terang, karena pengetahuan agama saya yang dangkal atau mungkin karena sudah lupa, saya tidak begitu paham bahwa kisah mereka ternyata ada dalam sebuah surat dalam Alquran, yaitu surat Al Kahfi. Surat ini terdiri atas 110 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah. Dinamai `Al-Kahfi` artinya `Gua` dan `Ashhabul Kahfi` yang artinya `Penghuni-Penghuni Gua`. Kedua nama ini diambil dari cerita yang terdapat dalam surat ini pada ayat 9 sampai dengan 26.

Dikisahkan, pada zaman dahulu kala ada 7 orang pemuda (ada juga yang menyebut 5) yang beriman kepada Allah dikejar-kejar oleh raja Daqyanus, seorang pemyembah berhala yang memerintah pada waktu itu. Karena takut akan ancamam dibunuh oleh raja ini, maka pemuda itu pun melarikan diri ke dalam gua yang tidak berapa jauh dari situ. Dalam perjalanan itu seekor anjing telah mengekori mereka dan anjing ini menjadi penjaga pintu gua tersebut. Lalu istirahatlah mereka di dalamnya dan terus ditidurkan oleh Allah SWT senyenyaknya tanpa mendengar sesuatu apa pun selama 309 tahun (ada juga yang menyebut 350 tahun).

Sementara itu, Raja Daqyanus telah lama meninggal dan digantikan dengan seorang raja baru yang beriman kepada Allah. Suatu hari datang seorang pengembala kambing lalu mengetuk dinding gua itu untuk dijadikan kandang kambingnya. Kehadirannya ini menyadarkan semua pemuda yang tidur itu. Bertanya seorang pemuda, “Berapa lama kita telah tertidur di sini?” Jawab salah seorangnya, “sehari atau setengah hari, Allah lebih mengetahui berapa lama kita tertidur”. Lalu keluarlah seorang dari mereka ke pasar untuk membeli makanan dengan berhati-hati dan menggunakan mata uang Raja Daqyanus. Saat penjual melihat mata uangnya, ia segera membawanya kepada raja dan raja pun menyoal asal-usul mereka.

Foto/Sukriansyah S Latief     

Setelah itu raja pergi melihat ke gua tempat mereka tidur untuk melihat sendiri peristiwa ganjil yang mereka ceritakan. Raja pun amat takjub karena raja Daqyanus telah meninggal 300 tahun yang lalu dan ini bermakna pemuda ini telah tidur di sini selama 300 tahun lebih. Allah Maha berkuasa untuk mematikan dan menghidupkan sesiapa pun yang ia kehendaki dan cerita ini adalah sebagai bukti. Setelah pemuda ini mengucapkan selamat sejahtera kepada raja lalu mereka diwafatkan oleh Allah SWT untuk selama-lamanya.

Sama halnya tentang tempat peristiwa itu, juga sudah lama hilang dari ingatan saya. Terletak di Yordania, Gua Al Kahfi berada sekitar 15 km ke arah Selatan Amman, ibukota Yordania. Lokasinya persis di sebuah jalan raya yang aspalnya sangat mulus. Di seberangnya terhampar luas sebuah kawasan industri bernama Abu Alanda. Berada di Yordania setelah meninggalkan Israel dengan bus, satu per satu ingatan saya tentang cerita itu terurai kembali. Tapi, ada satu hal yang masih saya sangsikan, perihal kepastian di negara mana letak Gua Al Kahfi. Soalnya, dalam Alquran memang tidak disebutkan, sementara beberapa negara mengklaim Gua Kahfi berada di wilayahnya, termasuk Turki. Saat itulah, dalam hati saya berucap, jangan-jangan Yordania hanya mengklaim, untuk mendapatkan perhatian dan tentunya ‘fulus’ dari para wisatawan. Berjalan menuju Gua Kahfi yang berada di samping bawah sebuah masjid, yang juga bernama Al Kahfi, saya tetap menyangsikan soal lokasi ini. Dan ketika itulah, tiba-tiba saya mendengarkan gonggongan anjing. Saya mencoba melihat ke kiri dan ke kanan, sekadar untuk melihat dari mana suara itu, tapi tidak saya temukan. Saya bersama rombongan jamaah Diva Sakinah, kemudian memasuki Gua Kahfi yang sangat sederhana dan terbagi menjadi 3 ruang.

Di atas gua itu, masih tampak jelas lubang untuk pencahayaan. Sinar matahari sore pun menerobos melalui lubang itu. Di dalamnya kosong saja. Hanya ada tulang belulang yang dipamerkan dan diyakini sebagai tulang anjing yang menjadi teman setia Ashabul Kahfi. Tak lama berada di sana, kami pun menuju ke Restoran Taipei untuk makan malam, meski masih sore, sebelum menuju bandara Amman. Di restoran inilah terungkap atau tepatnya keyakinan saya bulat tentang negara tempat Gua Kahfi itu. Saat makan malam, tak sengaja Sahel menceritakan bahwa ia mendengar suara gonggongan anjing sebelum masuk ke Gua Kahfi.

Foto/Sukriansyah S Latief      

Hal ini dianggap mengada-ada atau guyon, karena di sekitar lokasi itu tidak ada anjing. Menurut Deni, tour leader, tidak ada anjing di sekitar lokasi itu, dan hal ini juga dibenarkan Prof Halide. Dari situlah saya yakin, suara gonggongan anjing itu hanya diperdengarkan untuk meyakinkan saya yang sangsi. Buktinya, tidak ada rombongan yang mendengar suara gonggongan anjing, termasuk Irwati Slamet yang berada di dekat saya. Soal Sahel yang juga mendengar, menurut saya mngkin hanya sebuah ‘jalan’ untuk menepis keraguan saya tentang lokasi gua tersebut. Subhanallah.

Prof Halide bilang, saya diperdengarkan karena saya ragu, sementara Sahel diperdengarkan karena sejak dulu dan hingga kini dia sangat percaya kisah tersebut. ‘’Saya dari dulu yakin,’’ kata Sahel. Memang tak ada yang tak mungkin di dunia ini. Dan soal agama adalah keyakinan, tak semua eksak dan bisa diterima akal secara telanjang. Demikian pula cerita tentang Maut Mati (dead sea).

Menginjakkan kaki di tempat ini, akan terasa sentuhan Islam melalui kisah perjuangan di masa nabi Luth Alaihissalam. Menjadi tanda peringatan akan kekejian perilaku kaum nabi Luth, yang memuja dewa-dewa dan berperilaku menyimpang, saling mencintai sesama jenis. Semua penduduk Kota Sodom dan Gomorah, termasuk istri nabi Luth, terkubur di dasar bumi. Bekas tanah yang dibalik oleh Allah itulah, yang sekarang jadi laut mati.

Laut Mati (nama Ibraninya: Bahr Lut, Laut Lot, atau : Yam Ha Melah, Laut Garam) terletak 392 m di bawah permukaan Laut Tengah. Tempat yang paling dalam di laut ini mencapai 400 m (ada yang menyebut 417,5 m). Dengan demikian, bagiannya yang paling dalam di laut ini mencapai 800 m di bawah permukaan Laut Tengah, dan merupakan titik terendah di permukaan bumi. Panjang laut ini 76 km, lebarnya 16 km.

Di sebelah tenggara, Laut Mati dibagi dua oleh suatu semenanjung yang bernama Lisan (lidah) sehingga masing-masing bagiannya tidak sama besarnya. Bagian lebih kecil, di sebelah selatan merupakan semacam danau garam sedalam 6-8 m. Laut Mati sebenarnya adalah danau yang membujur di daerah antara Israel, Daerah Otoritas Palestina dan Yordania. Laut Mati amat asin, yang membuatnya tak mungkin bagi makhluk hidup untuk hidup, kecuali beberapa jenis bakteri.

Kadar garam air Laut Mati sekitar 30 persen lebih tinggi daripada kadar garam air laut biasanya yang sekitar 3,5 persen. Artinya, di Laut Mati sekitar sembilan kali lebih asin dibandingkan dengan air laut biasa. Sedangkan kadar garam tubuh kita hanya 1-2 persen. Tidak heran, kita akan terapung ketika berenang di Laut Mati. Wisatawan datang dari seluruh dunia untuk mengapung di sini. Termasuk saya dan Sahel, kami pun berenang meski di siang bolong. Tak ada rasa panas sekali pun, apalagi sebelumnya kami menyelimuti badan kami dengan lumpur atau pasir laut mati. Beda sekali rasanya mandi di Laut Mati dengan di Pulau Gusung Makassar atau di Pulau Kayangan.

Foto/Sukriansyah S Latief    

Hanya saja, Walid, wisatawan asal Mesir yang datang bersama beberapa temannya, mengingatkan kami untuk tidak menyentuhkan air Laut Mati dengan mata kita, demikian pula menelan air Laut Mati. Tapi secara tak sengaja, air laut itu mengenai mata saya, dan pedisnya bukan main. Saya pikir saya sudah akan buta. Untunglah itu tidak berlangsung lama. Setelah itu saya meminta jamaah lain untuk memotret kami saat terapung membaca surat kabar. Hal lain yang menarik dari laut mati dan lumpurnya karena berkhasiat mengobati berbagai macam penyakit kulit. Air Laut Mati menyimpan banyak mineral, antara lain magnesium klorida, kalsium klorida, magnesium bromida, sodium dan potasium.

Semua mineral itu menjadi bahan industri kimia setempat yang berkembang dengan baik, dan umumnya dijadikan bahan pembuatan kosmetik yang sangat baik kualitasnya. Lumpur hitam yang dihasilkan oleh laut ini berkhasiat menyembuhkan penyakit, khususnya penyakit kulit dan otot. Karena konsentrasi garamnya sangat tingi, di dalam Laut Mati tidak mungkin ada kehidupan organis di dalamnya. Ikan yang terbawa ke dalamnya, langsung mati. Tidak ada ikan, tidak ada burung yang mencari ikan, tidak ada rumput laut dan lainnya.

Menurut penelitian, selama lebih dari 50 tahun terakhir, Laut Mati menjadi lebih asin, dan menyempit. Sungai Jordan, sumber air tawar laut itu, telah diubah menjadi sumber air pertanian sehingga tidak memberi pengaruh dalam mengimbangi penguapan yang disebabkan temperatur udara padang pasir yang sering kali mencapai 40 derajat celsius. Sungai Jordan, memang, tetap mengalir dari Danau Tiberias menerobos Lembah Jordan, dan akhirnya masuk ke Laut Mati. Sungai itu pula yang menjadi saksi sejarah manusia; sejarah permusuhan umat manusia di kawasan Timur Tengah itu. ***

*Sukriansyah S Latief adalah Wartawan Senior